Hanya saja ditemukan kejanggalan di masyarakat tentang menikah. Mulai dari pendanaan, status sosial dan masih banyak lagi. Ritual inilah yang membuat sebagian menunda untuk menikah, yang cukup mengkhawatirkan enggan untuk menikah.
Perlu ditelisik lebih jauh tentang permasalahan yang harus segera diluruskan. Proses singkat yang harusnya bisa lebih diringkas tapi dibuat panjang dan melelahkan. Apakah ini wujud dari euforia dan seremonial saja?
Tomoisme ingin mencoba menggaris bawahi hal-hal menarik dan ini bisa coba direnungkan bersama. Kalian tentu punya persepsi yang bisa saja berbeda tapi apa salahnya coba simak penjelasan berikut ini.
Usia sepenuhnya tidak menjadi alasan untuk seseorang diharuskan menikah atau seseorang harus siap untuk menikah. Karena yang menjadi patokan untuk bisa segera menikah bukan hanya dari usia.
Kebanyakan orang beranggapan bahwa, jika seorang laki-laki bertambah tua umurnya, perempuan semakin bertambah tua umurnya maka harus cepat-cepat menikah. Sebenarnya latar belakang pernikahan bukan hanya soal usia.
Konsep pernikahan yang ideal harus ada 3 hal :
1. Siap secara fisik
Jika kita benar-benar ingin terjun ke dalam pernikahan dan ingin membangun keluarga baru. Kita harus benar-benar siap secara fisik, yang dimaksud siap secara fisik bagaimana?Siap secara fisik bisa dipecah menjadi beberapa bagian, tapi yang paling bisa kita ambil benang merahnya adalah tentang kematangan seksual. Kalian bisa bayangkan, jika saat proses menikah ternyata kematangan seksual kita sudah semakin lemah atau mungkin belum matang. Maka akan berefek pada kehidupan keluarga baru kita, akan muncul dinamika yang beragam, bisa jadi dimulai dari gejolak-gejolak kecil dalam rumah tangga.
Disamping kematangan seksual, kita juga bisa memasukkan kategori yang lain seperti pola berpikir dan kepribadian/karakter. Ketiga hal tersebut bisa menjadi tolak ukur, apakah fisik kita siap atau belum siap, atau mungkin mampu atau belum mampu, atau bisa jadi sudah tepat waktunya atau belum tepat waktunya.
2. Siap secara mental
Banyak yang sudah siap secara fisik untuk menikah tapi secara mental masih belum kuat. Seperti menyikapi berbagai permasalahan keluarga, kedua pasangan harus mampu menganalisa dan menyelesaikan dengan baik dan bijak.Yang paling terlihat jika seseorang sudah menikah untuk mengetahui kesiapan mental adalah saat istrinya hamil. Apa yang dilakukan suami saat istrinya hamil? Jika belum siap pasti akan kebingungan bahkan sampai ke level stress.
Mental siap untuk menikah harus dipupuk bagi yang serius menjalani kehidupan baru berkeluarga. Dengan cara menganalisa kebutuhan dasar membina rumah tangga. Bisa dengan berkonsultasi dengan orang tua, teman atau saudara.
Kemudian lebih banyak sharing, lebih banyak baca buku. lebih banyak mengikuti kegiatan-kegiatan tentang bagaimana membangun kehidupan rumah tangga. Yang sekiranya bisa mendukung tujuan dan cita-cita kalian berkeluarga.
3. Siap secara spiritual
Ini umum terjadi di masyarakat, banyak yang sudah siap secara fisik sudah siap secara mental tapi tak sedikit pula yang akhirnya menyepelekan spiritual. Spiritual yang dimaksud lebih ke aktivitas ibadah. Agama pula lah yang mengajarkan tentang moral dan masa depan yang hakiki, kebersamaan dan yang lainnya. Kalau mentalnya sudah siap, fisiknya sudah kuat, spiritualnya juga bagus. Jaminan keluarga yang dibangun bisa menghadapi tantangan apapun yang terjadi.
Karena orientasinya tidak semata nafsu tapi lebih kepada, ini bagian dari Ibadah. Ini bagian dari tujuan hidup dan ini bagian dari apa yang diajarkan agama untuk bisa menjalankan sunnah.
Spiritual lebih kepada hal-hal abstrak tapi mengena pada kehidupan pribadi dan sosial kita. Selain kita harus siap secara pribadi sebagai makhluk individu, kita juga harus siap sebagai makhluk sosial di dalam keluarga kita sendiri, diantaranya mampu berbagi, mengayomi dan bertanggung jawab.
Pernikahan Bukan Ritual Semata
Oleh
Listomo Adi Rinanto
POST COMMENT