Selasa, 18 Oktober 2022

Argumentasi : Demi Masa Indonesia

Demi Masa Indonesia



Indonesia tidak lagi menjadi Indonesia yang seutuhnya. Peradaban yang ada saat ini hanyalah peradaban timur yang dibarat-baratkan,  terutama di bidang sosial, politik, hukum dan sistem pemerintahan.

Jika kita mau jujur, kita masih terkungkung dengan pedoman dan standar barat. Mengapa itu masih terjadi? Jawabannya karena kita sudah kehilangan jati diri.

Jati diri sebagai sebuah bangsa yang berdaulat untuk bisa menentukan pedoman dan standar bernegaranya secara mandiri tanpa intervensi.

Mungkin bagi sebagian orang menganggap ini efek dari globalisasi, tapi bagi Tomoisme, ini bukan karena globalisasi. Tapi karena kita yang sudah lelah menjadi diri kita sendiri, sehingga kita ingin menjadi orang lain, yang menurut kita jauh lebih baik.

Banyak pula sejarah yang dikubur hidup-hidup, baik secara riwayat, pengajaran maupun barang bukti. Kita sangat kehilangan dengan semua hal yang sudah nenek moyang kita warisi.

Yang ada hanya bongkahan batu dalam bentuk candi dan prasasti. Itu hanya simbol belaka.

Saat ini tak ada yang sudi untuk menelaah lebih dalam hakikat sejarah masa lalu untuk ajang diskusi dan pembaharu menyongsong masa depan.

Kita seakan dibuat terlena dengan semua yang ada.

Kita seakan dilupakan dengan propaganda yang kita sendiri tidak tahu jika itu propaganda.

Belum lagi penggiringan opini bagi banyak media dalam menentukan langkah indonesia ke depannya.

Semua sudah tidak murni adanya. Semua penuh intrik dan gimik,

Jika ingin berbicara kotor, aku tak sudi mengikuti dengan apa yang terjadi yang dipaksakan saat ini.

Semua tidak berjalan alami, hanya berjalan mengikuti nafsu.

Tomoisme coba ambil contoh beberapa untuk bisa membuktikan bahwa apa yang kita yakini saat ini, sebenernya jauh dari sempurna. Bahkan jauh dari apa yang sebenarnya cocok untuk negara Indonesia tercinta ini.

1. Konsep republik, tidak ada kata republik selama Majapahit, Sriwijaya dan kerajaan-kerajaan bertahan. Republik adalah dongeng yang dipercaya lalu coba direalisasikan menjadi kenyataan.

2. Hukum yang diadopsi dari Belanda. Bagaimana bisa, sebuah bangsa besar yang punya sejarah kuat tidak menciptakan dan membuat hukum sendiri yang lebih relevan. Apakah karena takut jika keadilan ditegakkan seadil-adilnya, para penjahat masyarakat tidak dapat berkuasa seenaknya? Pilihan yang ideal untuk para pelaku penjahat masyarakat ialah hukuman fisik agar ia jera, selanjutnya sanki sosial agar ia menyesal.

Dimana terjadi jual beli hukum, disitu tidak tegaknya keadilan.

3. Standar ekonomi, politik dan pendidikan yang berorientasi barat. Semakin melunturkan nilai-nilai lokal yang harusnya lebih dominan. Akhirnya apa, akhirnya negara ini sangat liberal dan terbuka untuk pasar. Ujung-ujungnya semuanya serba di obral agar asing datang.

Cukup sampai 3 saja sudah muak rasanya.

Entah mengapa negara semacam ini bukan keinginanku sejak lama. Sehingga aku enggan untuk mengikuti segala aturan yang mengikat hati dan akalku untuk menerimanya dengan sukarela.

Karena bagiku ini bukan permainan, jadi jangan dipermainkan. 

Jadi jangan heran bila negara tak dipercaya. Masyarakat menjadi ragu.

Revolusi jalan satu-satunya yang dituju. Bukan untuk para oligarki ataupun para pemburu kekuasaan.

Melainkan untuk sang ratu adil yang kedatangannya selalu kita tunggu.

Ratu adil sejati adanya, bukan ramalan palsu. Inilah yang menguatkanku untuk bersabar sembari terus melakukan sesuatu. 




Artikel Terkait

Argumentasi : Demi Masa Indonesia
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email

POST COMMENT