Karena sejatinya yg kita kejar bukan keinginan tapi kontribusi apa yg sudah kita lakukan. Aku pernah mengasumsikan bahwa kepemilikan harta sama dengan distorsi kehidupan.
Ambil contoh, ketika kita memiliki mobil mewah, kenikmatan apa yg membuat kita merasa sejati? Apakah karena give applause orang lain? Apakah karena penilaian orang lain? Apakah karena kenyamanan yg kita pamerkan?
Sungguh, semuanya bohong. Ketika memiliki mobil mewah justru kehidupanmu beranjak semakin bergelombang tinggi.
Katakanlah mobil porsche yg kita beli 1 miliar, lalu berapakah biaya yg harus kita keluarkan?
- Pajak kendaraan mobil mewah tiap tahun
- Bensin tiap kali dikendarai
- Service berkala tiap bulan
- Ganti Sparepart tiap berapa bulan
- Asuransi mobil mewah tiap bulan
Jika diakumulasikan selama 5 tahun saja, apakah senilai 1 miliar?
Kadang aku juga pernah berpikir hal yg ketika dirunut serupa dengan kasus tadi.
Terjebak dalam kemaksiatan yg membuat banyak orang tenggelam menikmatinya. Saat melihat banyak lelaki hidung belang melampiaskan nafsu seksualnya dengan PSK. Diantaranya banyak juga yg masih bujang namun enggan menikah.
Jika setiap kali hasrat seksual mereka lampiaskan dengan PSK. Jika diakumulasi hampir sama dengan modal untuk menikah.
Mengapa seolah-olah mereka nyaman bercinta semalam singkat dan justru menolak menikah yg halalnya dihalalin.
Kalau difikir biaya yg dikeluarkan sebenarnya bisa dibilang sebanding, bisa juga tidak. Tapi masa depanmu tentu tidak bisa diukur, dan jika rasa candu ditempatkan ditempat yg salah, penyesalan bukanlah solusi dan keadaan untuk memulai tentu menyedot banyak waktu dan tenaga.
Melakukan banyak hal yg sia-sia masih tetap terjadi. Sebenarnya jiwa ini sadar, namun raga rasanya enggak untuk mengikutinya.
Sama seperti aturan, dimana manusia menolak mentaatinya, padahal aturan ada bukan untuk mengatur tapi mengontrol.
Dan salah satu tugas khalifah di muka bumi, mampu mengontrol ego diri agar bisa menyeimbangkan situasi dan keadaan yg ada.
Walau bisa dibilang, aku masih amatiran. Tapi aku jadi semakin tahu bukan sok tahu.
Distorsi Kehidupan
Oleh
Listomo Adi Rinanto
POST COMMENT