Kerusakan di muka bumi disebabkan banyak faktor, terutama dari faktor internal yang cepat merusak yaitu manusia.
Tidak ada keadilan di muka bumi jika manusia masih ingin berkuasa dan ingin memiliki segala hal yang ada secara berlebihan dengan tujuan ia akan merasa nyaman dan aman.
Padahal rasa aman dan nyaman bukan terletak pada apa yang kamu miliki, tapi justru dari apa yang kamu terima dan nikmati.
Menurut Tomoisme, kasta dalam hidup itu hanya boleh ada 2,
1. Orang suci
2. Orang pembelajar
Orang suci diisi oleh sedikit orang yang dianugerahi kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yang lebih dominan. Mereka lebih sering memikirkan orang lain, terutama yang ada disekitarnya ketimbang memikirkan dirinya sendiri.
Orang suci hadir sebagai pencerah jiwa dan penuntun manusia untuk berpijak ketika mereka berada dalam keadaan bingung dan berdosa.
Orang suci bagi sebagian orang lebih dikerucutkan kepada pemuka agama.
Setiap agama mengajarkan kebaikan, kebaik-kebaikan inilah yang perlu terus dilestarikan dan dipertahankan.
Tak akan ada hikmah bila orang tak merasakan nilai hidup dari apa yang menyadarkan mereka.
Dan perlu diingat, orang suci tidak pernah menyebut dirinya suci. Dia lebih sering merendahkan hati di hadapan manusia dan merendahkan diri mereka di hadapan Tuhan.
Lalu bagaimana dengan orang pembelajar,
Orang pembelajar adalah semua orang yang masih belum memiliki kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara ideal. Potensi diri mereka lebih tercurahkan kepada kecerdasan intelektual dalam mengelola bumi dan seisinya.
Orang pembelajar akan terus belajar dan berguru kepada orang lain. Mereka tidak akan pernah puas dengan hasil belajarnya.
Ketika pelajaran hidup yang ia terima sudah pernah terjadi, ia harus mencari pelajaran hidup lainnya agar ia semakin mengerti.
Orang pembelajar ini sering diganggu, dalam mencapai tujuan belajar mereka.
Belum lagi di dalam orang pembelajar itu sendiri, dipecah-pecah menjadi banyak kasta yang sudah tidak bisa dikontrol lagi.
Ketika muncul kata orang terkaya di dunia di berita ataupun di majalah.
Sudah sangat menciderai konsep pembelajar.
Kenapa setiap kali membahas sesuatu yang sifatnya materi tolak ukurnya harus angka.
Kenapa tidak dengan kebaikan yang mereka lakukan saja.
Misal, ketika ada orang yang sudah mapan, tak perlu lah diungkit-ungkit harta miliknya, bahkan sampai dihitung-hitung hanya untuk dijadikan bahan pergunjingan di kalangan manusia lainnya.
Kalau memang dia seorang pembelajar yang baik, ia akan fokus dan berkonsentrasi pada nilai kebaikan yang bisa ia lakukan.
Seperti kisah para sahabat Nabi, mereka tidak pernah menghitung harta yang mereka miliki untuk ajang pamer atau ajang adu kekayaan. Mereka hanya menghitung harta yang mereka miliki untuk bisa dibagikan ke orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan.
Karena menurut Tomoisme, para sahabat sadar ketika angka dipakai untuk ajang adu pamer dan adu kaya, nominal yang tertera semakin menyadarkan bahwa mereka tidak memiliki apa-apa.
Katakanlah, ketika mereka memiliki harta dengan total kekayaan 1 triliun, mereka sadar bahwa cuman hanya ada angka 1 yang bertahan dari rentetan angka 0 dibelakangnya yang berjumlah dua belas.
1.000.000.000.000 dibanding 10 jauh lebih baik 10.
Mengapa?
Karena hisabnya cuma sekali, sedangkan 1.000.000.000.000 hisabnya akan lebih banyak yaitu sebanyak 12x.
Syarat dunia damai, cukup penuhi 2 hal ini
1. Tidak ada lagi ajang adu kekayaan dan orang bersyukur dan menerima apapun yang dimiliki dan kelola apa yang ada di bumi untuk kemaslahatan bersama.
2. Jangan mau dipropaganda baik melalui buku, berita ataupun ramalam-ramalan dusta.
Propaganda yang muncul dari awal perang, yang sering kita dengar kisahnya yaitu tentang
1. Penjajahan = materi (awal terjadinya kolonialisme)
2. Pembunuhan = propaganda (awal terjadinya perang dunia 1)
3. Terinspirasi buku = propaganda (awal kemunculan republik)
4. Perbedaan sosial dan politik = propaganda (awal kemunculan perang suatu negara)
5. Kepentingan = propaganda (awal perang arab spring)
Tapi apakah manusia mau duduk bersama untuk mengatasi itu,
Jawabannya : Tentu tidak, karena manusia berada pada pendiriannya masing-masing dan diantara mereka saling merasa superior.
"Makin hari, makin susah saja menjadi manusia yang manusia. Sepertinya menjadi manusia adalah masalah buat manusia."
Tomoisme hanya akan menunggu kata damai, jika sang ratu adil sudah datang dan kita semua kembali ke tempat asal kita.
Opini : Perdamaian Dunia
Oleh
Listomo Adi Rinanto
POST COMMENT