Image from maxmanroe.com |
Tadi baca komen salah satu akun blogger yg meretweet tentang setiap jumat gratis BBM 2 liter bagi penghafal Quran.
Seolah-olah menurutnya kenapa cuma islam, harusnya nasrani juga iya hafalin lagu-lagu gereja.
Komentarku terkait hal ini. Aku ingin mengambil sudut pandang dari seorang muslim. Membaca Al Quran dan menghafalnya memang menjadi salah satu bagian dari menjalankan ibadah.
Dimana setiap aktivitas mengaji selain berpahala juga semoga semakin didekatkan kepada ketaqwaan.
Ketika seseorang yg mengaji dan menghafal Al Quran di apresiasi? Si penghafal Al Quran mendapatkan pahala dan semoga semakin didekatkan pada ketaqwaan dan yg mengapresiasi dengan membuat program hafidzh tentu berkesempatan mendapatkan pahala dan kebaikan.
Dua-duanya baik, jika keduanya muslim dan meniatkan karena Allah.
Lalu jika nasrani melakukan hal yg sama, apakah boleh? Tentu jawabannya boleh saja, asalkan tidak memaksa dan tidak mengajak yg bukan nasrani untuk melakukannya.
Justru yg saat ini salah kaprah adalah melabelkan agama dalam bentuk simbol untuk komersialisasi bisnis.
Kasus yg bisa kita lihat secara jelas terkait idulfitri dan natal. Kebanyakan jika saat natal tiba, umat muslim justru diperdandankan dengan atribut natal. Jika saat idulfitri seolah-olah yg tadinya tidak berkerudung menjadi berkerudung hanya memanfaatkan momen.
Bagiku perbedaan dalam beragama dihormati namun dengan batasan-batasan yg membuat kita semakin sadar bahwa agama kita berbeda. Bukan menyatukan perbedaan agama.
Jadi ketika teman-teman nasrani sedang natal, selamat merayakan. Begitupun sebaliknya, ketika teman-teman nasrani melihat teman-teman muslim sedang idulfitri, selamat merayakan.
Jauh lebih menentramkan dengan bahasa yg lebih general dan tidak menimbulkan salah persepi yg berujung konflik.
Beribadah dalam Agama dan Komersialisasi Bisnis
Oleh
Listomo Adi Rinanto
POST COMMENT