Rabu, 19 Oktober 2022

Opini : Parkir, Trotoar, dan Pejalan Kaki

Parkir, Trotoar dan Pejalan Kaki


Parkir, Trotoar dan Pejalan Kaki unsur-unsur ini selalu menjadi permasalahan yang dihadapi sehari-hari ini. Sering kali kebijakan dan pelaku kepentingan bersebrangan dalam menerapkan aturan.

Konteks utamanya, sebenarnya lebih ke masalah ekonomi dan masalah ketertiban.


Dengan berlaku tertib dan taat aturan harusnya pengelolaan parkir, trotoar dan pejalan kaki bisa lebih "fair" lagi.


Tomoisme coba rincikan lagi per kata,


A. Parkir

Lahan parkir secara mudahnya lahan yang digunakan untuk memarkir kendaraan. Artinya semua jenis kendaraann punya tempat parkirnya masing-masing. 


Polemik parkir, selain terkait trotoar dan pejalan kaki. Pernah juga dialami oleh seorang supir takis yang sedang berhenti di sebuah tempat.


Alih-alih berhenti, ternyata mendapatkan tilang karena melanggar aturan parkir.


Apa sih bedanya parkir dan berhenti?


Kalau tomoisme coba gali lagi, parkir sebenarnya lebih ke tempat/area yang dikhususkan untuk menyimpan kendaraan dalam jumlah tertentu dan untuk masyarakat umum bukan pribadi dan biasanya berbayar, walaupun ada juga yang gratis


Kalau menyimpan kendaraan dalam jumlah tertentu untuk pribadi namanya garasi.


Lanjut ke polemik tadi,


Bedanya dengan berhenti, makna berhenti lebih cocoknya dipakai sebagai kata kerja dari sebuah benda. Berhenti jika diambil contoh seperti kendaraan yang berhenti di lampu merah, kendaraan yang berhenti di terminal atau stasiun. Semacam itu kurang lebih penggunaan kata kerja dari berhenti yang dipahami banyak orang.


Ketika seseorang ditilang dengan dalih parkir padahal ia sedang berhenti. Siapa yang salah?


Biar ini menjadi perdebatan netizen, biar viral dan biar masuk berita.


Berikutnya,


Parkir memang menjadi lahan basah bagi banyak orang yang sulit mendapatkan pekerjaan atau enggan bekerja. Karena jenis pekerjaan satu ini sangatlah mudah.


Khusus parkir liar, sejatinya tanpa modal. Parkir liar jenis inilah yang membuat orang merasa dirugikan karena mereka memanfaatkan situasi dan kondisi untuk melakukan pemerasan/pungli dengan dalih parkir.


Banyak kita jumpai, tidak perlu disebutkan lagi. Silahkan kalian cermati.


Khusus parkir bukan liar, sejatinya perlu modal. Seperti parkir di mall, bank, dan instansi pemerintah. Biasanya parkir yang disediakan sudah ada tukang parkirnya. 


Usut punya usut, parkir jenis ini, parkir yang harus membayar lahan parkir, bayarnya langsung ke pihak yang dimaksud misal di mall, pihak mall, bank ke pihak bank dst.


Biayanya juga tak murah, bisa dari puluhan sampai ratusan juta rupiah.


Setelah membayar lahan parkir, tukang parkir ini bebas menarik uang parkir ke setiap orang yang memarkir kendaraannya di mall, bank dll.


Di topik yang lain,


Setelah tadi disebutkan tentang instansi pemerintah, Tomoisme juga berpikir keras, sekelas Samsat dan Satpas, dua instansi yang pernah Tomoisme datangi kok bisa-bisanya menarik uang parkir?


Bukannya, harusnya instansi pemerintah itu bebas parkir, sama seperti slogan mereka No Pungli.


Kan mereka kantor pelayanan publik?


Cobalah bagi instansi terkait yang membaca artikel ini, dipikir kembali, apakah layak sekelas instansi menarik uang parkir. Kalau memang mau ambil untung, kan udah ambil untung dari biaya pajak kendaraan dan biaya pembuatan simnya. (Untung yang dimaksud buat kepentingan negara)


Cobalah bikin gebrakan kayak Pertamina yang menggratiskan biaya ke Toilet setelah viral diinternet.


Kembali lagi ke fokus utama kita,


Dari beragam cerita yang diulas tadi, parkir menjadi hal yang sangat sensitif bagi orang-orang yang tidak ingin diintimidasi oleh tukang parkir. 


B. Trotoar

Trotoar dibuat untuk pengguna jalan. Aspal dibuat untuk pengguna kendaraan. Jadi fungsi masing-masing saja sudah berbeda. Jadi jangan asal-asalan dalam menerapkan fungsi.


Penyalahgunaan fungsi inilah yang diatur dan dikelola pemerinta agar masyarakat teredukasi dan tertib.


Diedukasinya bukan cuma fungsi tapi lebih ke hak dan kewajiban. Bila perlu dipampang, 


"Trotoar adalah Hak Pengguna Jalan. Jika Hak Pengguna Jalan kalian rebut, Siap-siap di akhirat hak kalian direbut. Mengabaikan nasihat ini berarti menolak aman di akhirat"


Kurang lebih seperti itu.


Dan trotoar yang dibuat pun jangan asal jadi, harus sesuai dengan fungsinya juga. 


Kalau asal jadi malah membahayakan.


Ada teman-teman difabel juga yang perlu diperhatikan.


Keliatan sederhana tapi cukup rumit kalau kita lebih "attention to detail" terkait perkara trotoar ini.


C. Pejalan Kaki

Pejalan kaki mulai kurang diperhatikan karena jalan kaki saat ini hanya sebatas jalan kaki biasa. Bukan budaya dan bukan gaya hidup masyarakat kita.


Kalau budaya jalan kaki sudah mendarah daging berarti kebiasaan ini bakalan terus dipertahankan. 


Masa jalan kaki aja harus jadi budaya, siapa aja kan bisa jalan kaki?


Maksudnya kebiasaan jalan kaki di tempat umum itu harusnya lebih digiatkan dengan pembiasaan yang lama-kelamaan akan menjadi budaya.


Contoh, negara Jepang.


Mereka selalu jalan kaki, kalau memang perjalanan jauh, naik kendaraan umum, walau beberapa memang pakai kendaraan pribadi tapi jumlahnya masih banyak yang jalan kaki sama pakai kendaraan umum.


Jalan kaki pun kalau ditelaah lebih jauh, aslinya lebih sehat lho. 


Capek memang, tapi kalau dirutinkan badan sehat karena berkeringat dan tidur jadi lebih nyenyak karena kecapean.


Kesimpulan yang ditarik dari Parkir, Trotoar dan Pejalan Kaki dengan lebih menyeimbangkan fungsi, tatanan dan para pelaku di dalamnya agar bisa berjalan dengan baik tanpa konflik dan berakhir dengan kedisiplinan.


Masyarakat kita kalau sudah bisa menampatkan diri sesuai fungsi, pemerintah selaku pemangku kebijakan bisa lebih menata kembali tata ruangnya dengan benar (bukan cuma baik), dan para pelaku di dalamnya bisa lebih menurunkan ego demi kepentingan umum. Maka tidak perlu ada sikut-menyikut yang terjadi dan akhirnya semua terkontrol.

Selasa, 18 Oktober 2022

Argumentasi : Demi Masa Indonesia

Demi Masa Indonesia



Indonesia tidak lagi menjadi Indonesia yang seutuhnya. Peradaban yang ada saat ini hanyalah peradaban timur yang dibarat-baratkan,  terutama di bidang sosial, politik, hukum dan sistem pemerintahan.

Jika kita mau jujur, kita masih terkungkung dengan pedoman dan standar barat. Mengapa itu masih terjadi? Jawabannya karena kita sudah kehilangan jati diri.

Jati diri sebagai sebuah bangsa yang berdaulat untuk bisa menentukan pedoman dan standar bernegaranya secara mandiri tanpa intervensi.

Mungkin bagi sebagian orang menganggap ini efek dari globalisasi, tapi bagi Tomoisme, ini bukan karena globalisasi. Tapi karena kita yang sudah lelah menjadi diri kita sendiri, sehingga kita ingin menjadi orang lain, yang menurut kita jauh lebih baik.

Banyak pula sejarah yang dikubur hidup-hidup, baik secara riwayat, pengajaran maupun barang bukti. Kita sangat kehilangan dengan semua hal yang sudah nenek moyang kita warisi.

Yang ada hanya bongkahan batu dalam bentuk candi dan prasasti. Itu hanya simbol belaka.

Saat ini tak ada yang sudi untuk menelaah lebih dalam hakikat sejarah masa lalu untuk ajang diskusi dan pembaharu menyongsong masa depan.

Kita seakan dibuat terlena dengan semua yang ada.

Kita seakan dilupakan dengan propaganda yang kita sendiri tidak tahu jika itu propaganda.

Belum lagi penggiringan opini bagi banyak media dalam menentukan langkah indonesia ke depannya.

Semua sudah tidak murni adanya. Semua penuh intrik dan gimik,

Jika ingin berbicara kotor, aku tak sudi mengikuti dengan apa yang terjadi yang dipaksakan saat ini.

Semua tidak berjalan alami, hanya berjalan mengikuti nafsu.

Tomoisme coba ambil contoh beberapa untuk bisa membuktikan bahwa apa yang kita yakini saat ini, sebenernya jauh dari sempurna. Bahkan jauh dari apa yang sebenarnya cocok untuk negara Indonesia tercinta ini.

1. Konsep republik, tidak ada kata republik selama Majapahit, Sriwijaya dan kerajaan-kerajaan bertahan. Republik adalah dongeng yang dipercaya lalu coba direalisasikan menjadi kenyataan.

2. Hukum yang diadopsi dari Belanda. Bagaimana bisa, sebuah bangsa besar yang punya sejarah kuat tidak menciptakan dan membuat hukum sendiri yang lebih relevan. Apakah karena takut jika keadilan ditegakkan seadil-adilnya, para penjahat masyarakat tidak dapat berkuasa seenaknya? Pilihan yang ideal untuk para pelaku penjahat masyarakat ialah hukuman fisik agar ia jera, selanjutnya sanki sosial agar ia menyesal.

Dimana terjadi jual beli hukum, disitu tidak tegaknya keadilan.

3. Standar ekonomi, politik dan pendidikan yang berorientasi barat. Semakin melunturkan nilai-nilai lokal yang harusnya lebih dominan. Akhirnya apa, akhirnya negara ini sangat liberal dan terbuka untuk pasar. Ujung-ujungnya semuanya serba di obral agar asing datang.

Cukup sampai 3 saja sudah muak rasanya.

Entah mengapa negara semacam ini bukan keinginanku sejak lama. Sehingga aku enggan untuk mengikuti segala aturan yang mengikat hati dan akalku untuk menerimanya dengan sukarela.

Karena bagiku ini bukan permainan, jadi jangan dipermainkan. 

Jadi jangan heran bila negara tak dipercaya. Masyarakat menjadi ragu.

Revolusi jalan satu-satunya yang dituju. Bukan untuk para oligarki ataupun para pemburu kekuasaan.

Melainkan untuk sang ratu adil yang kedatangannya selalu kita tunggu.

Ratu adil sejati adanya, bukan ramalan palsu. Inilah yang menguatkanku untuk bersabar sembari terus melakukan sesuatu. 




Minggu, 16 Oktober 2022

Argumentasi : Bencana Alam Pasti Disukai

Bencana Alam Pasti Disukai

Dari judulnya saja pasti banyak yang mencela. Bagaimana bisa, bencana alam pasti disukai. Segala sesuatu yang berbau bencana pasti penuh dengan kesedihan, tragedi, porak poranda dan kesusahan.

Tapi bila kita coba mengulas kembali makna dibalik bencana secara positif. Kita harus bertanya dalam hati, apakah bencana hadir sebagai sebuah pertanda bahwa kita sedang berbuat salah?

Ataukah tanda bahwa bumi sedang marah? Semua hal yang dipertanyakan termasuk kedua pertanyaan tadi tak akan mampu menjawab secara harfiah dari bencana itu sendiri.

Sedangkan Tomoisme memiliki sudut pandang berbeda tentang bencana.

Bencana menurut Tomoisme adalah sesuatu yang terjadi dari apa yang ada di sekitar manusia sebagai bentuk respon ketidakstabilan yang ditimbulkan baik dilakukan oleh manusia maupun alam sebagai subjeknya.

Ada kemiripan dengan karma. Kalau karma adalah sesuatu yang kita terima dari apa yang sudah kita lakukan. Perbedaannya ada pada sesuatu yang melekat pada kedua kata tersebut. 

Bencana lebih diorientasikan kepada bentuk respon dari apa yang ada disekitar kita kepada kita. Sedangkan karma diorientasikan kepada bentuk penerimaan dari apa yang sudah kita lakukan. Sampai saat ini cukup dimengerti?

Tatkala banjir yang seringnya kotor diganti menjadi air bersih dan jernih layaknya air pantai, apakah manusia akan sedih?

Tatkala hujan turun bukan saja air, tapi terkadang makanan, minuman, permen dan uang. Apakah manusia juga akan merasakan sedih?

Atau bersikap seperti anak-anak, ketika banjir datang mereka asyik berenang, ketika longsor terjadi, banyak orang yang melihat dan mengabadikannya, bukti jika ia peduli untuk berbagi informasi, sehingga menumbuhkan empati. Ketika musibah bencana muncul, masyarakat yang terdampak akhirnya diperhatikan, mendapatkan bantuan dan berhasil menjadi liputan. Apakah manusia juga akan merasakan sedih? Coba pikirkan kembali.

Bencana terjadi tentu ada penyebab teknis dari perubahan alam, tapi bencana yang ditimbulkan dari perilaku manusia apakah bisa diubah ke bentuk yang lebih humanis.

Banyak yang perlu dilibatkan untuk menggali makna filosofi dari setiap bencana. Mulai dari pemberitaan media, perilaku manusia, dan kejadian alam.

Makna yang dimurnikan dengan nilai sehingga manusia selalu berprasangka baik kepada Tuhan bukan sebaliknya.

Asosiasi wujud dari bencana alam yang pasti disukai membuat Tuhan bergembira, karena manusia suka dengan apa yang Tuhan lakukan dan manusia dengan rela dan tulus menerimanya.

Jumat, 14 Oktober 2022

Opini : Perdamaian Dunia

Opini : Perdamaian Dunia

Perdamaian Dunia

Kerusakan di muka bumi disebabkan banyak faktor, terutama dari faktor internal yang cepat merusak yaitu manusia.

Tidak ada keadilan di muka bumi jika manusia masih ingin berkuasa dan ingin memiliki segala hal yang ada secara berlebihan dengan tujuan ia akan merasa nyaman dan aman.

Padahal rasa aman dan nyaman bukan terletak pada apa yang kamu miliki, tapi justru dari apa yang kamu terima dan nikmati.

Menurut Tomoisme, kasta dalam hidup itu hanya boleh ada 2, 

1. Orang suci
2. Orang pembelajar

Orang suci diisi oleh sedikit orang yang dianugerahi kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yang lebih dominan. Mereka lebih sering memikirkan orang lain, terutama yang ada disekitarnya ketimbang memikirkan dirinya sendiri.

Orang suci hadir sebagai pencerah jiwa dan penuntun manusia untuk berpijak ketika mereka berada dalam keadaan bingung dan berdosa.

Orang suci bagi sebagian orang lebih dikerucutkan kepada pemuka agama.

Setiap agama mengajarkan kebaikan, kebaik-kebaikan inilah yang perlu terus dilestarikan dan dipertahankan.

Tak akan ada hikmah bila orang tak merasakan nilai hidup dari apa yang menyadarkan mereka.

Dan perlu diingat, orang suci tidak pernah menyebut dirinya suci. Dia lebih sering merendahkan hati di hadapan manusia dan merendahkan diri mereka di hadapan Tuhan.

Lalu bagaimana dengan orang pembelajar,

Orang pembelajar adalah semua orang yang masih belum memiliki kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara ideal. Potensi diri mereka lebih tercurahkan kepada kecerdasan intelektual dalam mengelola bumi dan seisinya.

Orang pembelajar akan terus belajar dan berguru kepada orang lain. Mereka tidak akan pernah puas dengan hasil belajarnya.

Ketika pelajaran hidup yang ia terima sudah pernah terjadi, ia harus mencari pelajaran hidup lainnya agar ia semakin mengerti.

Orang pembelajar ini sering diganggu, dalam mencapai tujuan belajar mereka.

Belum lagi di dalam orang pembelajar itu sendiri, dipecah-pecah menjadi banyak kasta  yang sudah tidak bisa dikontrol lagi.

Ketika muncul kata orang terkaya di dunia di berita ataupun di majalah. 

Sudah sangat menciderai konsep pembelajar.

Kenapa setiap kali membahas sesuatu yang sifatnya materi tolak ukurnya harus angka.

Kenapa tidak dengan kebaikan yang mereka lakukan saja.

Misal, ketika ada orang yang sudah mapan, tak perlu lah diungkit-ungkit harta miliknya, bahkan sampai dihitung-hitung hanya untuk dijadikan bahan pergunjingan di kalangan manusia lainnya.

Kalau memang dia seorang pembelajar yang baik, ia akan fokus dan berkonsentrasi pada nilai kebaikan yang bisa ia lakukan.

Seperti kisah para sahabat Nabi, mereka tidak pernah menghitung harta yang mereka miliki untuk ajang pamer atau ajang adu kekayaan. Mereka hanya menghitung harta yang mereka miliki untuk bisa dibagikan ke orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan.

Karena menurut Tomoisme, para sahabat sadar ketika angka dipakai untuk ajang adu pamer dan adu kaya, nominal yang tertera semakin menyadarkan bahwa mereka tidak memiliki apa-apa.

Katakanlah, ketika mereka memiliki harta dengan total kekayaan 1 triliun, mereka sadar bahwa cuman hanya ada angka 1 yang bertahan dari rentetan angka 0 dibelakangnya yang berjumlah dua belas.

1.000.000.000.000 dibanding 10 jauh lebih baik 10.

Mengapa?

Karena hisabnya cuma sekali, sedangkan 1.000.000.000.000 hisabnya akan lebih banyak yaitu sebanyak 12x.

Syarat dunia damai, cukup penuhi 2 hal ini

1. Tidak ada lagi ajang adu kekayaan dan orang bersyukur dan menerima apapun yang dimiliki dan kelola apa yang ada di bumi untuk kemaslahatan bersama. 
2. Jangan mau dipropaganda baik melalui buku, berita ataupun ramalam-ramalan dusta.

Propaganda yang muncul dari awal perang, yang sering kita dengar kisahnya yaitu tentang

1. Penjajahan = materi (awal terjadinya kolonialisme)
2. Pembunuhan = propaganda (awal terjadinya perang dunia 1)
3. Terinspirasi buku = propaganda (awal kemunculan republik)
4. Perbedaan sosial dan politik = propaganda (awal kemunculan perang suatu negara)
5. Kepentingan = propaganda (awal perang arab spring)

Tapi apakah manusia mau duduk bersama untuk mengatasi itu,

Jawabannya : Tentu tidak, karena manusia berada pada pendiriannya masing-masing dan diantara mereka saling merasa superior.

"Makin hari, makin susah saja menjadi manusia yang manusia. Sepertinya menjadi manusia adalah masalah buat manusia."

Tomoisme hanya akan menunggu kata damai, jika sang ratu adil sudah datang dan kita semua kembali ke tempat asal kita.

Rabu, 12 Oktober 2022

Inovasi Baru : Makan Es Krim Tak Perlu Lagi Pakai Stik

Inovasi Baru : Makan Es Krim Tak Perlu Lagi Pakai Stik

Akhir-akhir ini muncul es krim yang tengah viral, dimana es krim yang biasanya menggunakan stik sekarang tak perlu lagi pakai stik.


Inovasi ini bukan saja baru dan anti mainstream tapi juga menjadi salah satu cara menghemat biaya produksi dan mengkampanyekan ramah lingkungan


Pasti sudah tahu es krim yang aku maksud kan?


Es Krim dari Walls dengan varian Feast Pop. 

Inovasi Baru : Makan Es Krim Tak Perlu Lagi Pakai Stik

Wall's sudah tak asing lagi ditelinga para penikmat es krim di Indonesia, bahkan mungkin dunia. Wall's yang sudah di Indonesia sejak lama dan bisa dibilang legend, memiliki varian es krim yang beragam, mulai dari Cornetto, Viennetta, Paddle Pop dan Feast.


Terkhusus untuk varian Feast, bentuk aslinya menggunakan stik es krim. Tapi varian baru yang diberi nama Feast Pop tidak diberi stik atau cone. 


Kehadiran Feast Pop ini yang bikin heboh jagad dunia maya karena tampil berbeda. Ketika kemasan Feast Pop dibuka, kita akan temukan 4 es krim berbentuk kubus yang dibalut cokelat, es krim vanila dan karamel.


Inovari baru ini menjadi perhatian banyak pihak terutama dari pihak Wall's sendiri yang sedari awal memang sepertinya berniat menghemat biaya produksi selain tujuan awalnya tampil beda.


Setidaknya ada 5 Hal yang Masih Menjadi PR Wall's dengan produk-produk es krimnya terutama Feast Pop yang baru dikeluarkannya.


1. Es Krim Wall's cenderung gampang meleleh

Coba kalian beli es krim Wall's dan diamkan beberapa menit, pasti kalian akan dapati es krimnya meleleh. 


Fenomena ini sudah terjadi berulang kali. 


Sehingga untuk orang yang ingin menikmati es krim dengan lama menjadi terburu-buru memakannya.


2. Ketika meleleh kesulitan untuk memakannya

Saat es krim meleleh, sulit untuk kita makan menggunakan tangan. Apalagi varian Feast Pop.


Tangan yang terkena lelehan cokelat akan membuat tangan kita blepotan.


Jadi harus sedia tisu untuk mengelap tangan dan mulut agar tetap bersih.


3. Tidak bisa dinikmati pelan-pelan

Es krim yang cepat meleleh dan tanpa stik akan membuat kita kesulitan untuk menikmatinya. 


Padahal menikmati es krim yang paling menyenangkan adalah bukan dengan menghabiskannya tapi dengan sedikit demi sedikit kita memakannya.


4. Harga yang ditawarkan terlalu mahal

Sekelas Wall's memang menjual es krim dengan harga yang tidak murah. Mungkin karena brand yang melekat sudah kuat sehingga tidak mudah untuk menjual dengan harga murah.


Walaupun kalau dipikir-pikir lagi, apakah mampu sekelas Wall's menjual es krim setara Aice? Jawabannya pasti mampu,


Tapi Wall's tidak akan menurunkan grade mereka. Kecuali jika mereka mengeluarkan varian yang lebih ekonomis dengan brand lain.


5. Kualitas rasa yang masih bisa diadu dengan yang lain

Dengan harga yang sudah Wall's tetapkan. Es Krim dari kompetitor cenderung menawarkan harga yang lebih terjangkau, sebut saja Campina dan Aice.


Aice mampu menjual es krim dengan kualitas setara Wall's namun harga jauh dibawah Wall's.


Jadi orang-orang yang ingin menikmati es krim dengan kualitas bagus dan dengan harga yang bagus, cenderung lebih memilih produk kompetitor.


Dari semua PR yang aku coba infokan ke Wall's sebenernya ada alasan terselubung lain yang menginisasi lahirnya varian Feast Pop.


Dari berberapa sumber menyebutkan (unilever.co.id), Wall's memberikan kejutan dengan inovasi produk baru Feast Pop, Es Krim Feast tanpa stik pertama di Indonesia yang dapat dinikmati sekali hap.


Hadir melengkapi 30 tahun perjalanan Wall's di Indonesia, Feast Pop cocok buat camilan bareng siapa pun dan jadi #CaraBaruBuatBerbagi.


Feast Pop hadir dalam bentuk mono bite ice cream atau es krim sekali hap, perpaduan seru dari es krim rasa vanila dan karamel berbalut cokelat renyah dan kacang panggang.


Peluncuran es krim Feast Pop juga bertepatan dengan World's Mental Healt Day yang diperingati setiap 10 Oktober. 


Wall's percaya, berbagi dengan orang lain adalah salah satu cara untuk lebih happy dan tentunya baik untuk kesehatan mental.


Memang ada benarnya juga, ketika es krim dibentuk menyerupai permen, orang-orang akan lebih mudah untuk menyantapnya. Apalagi es krim tanpa stik ini isinya ada 4, pastinya lebih mudah dibagi ke yang lain.


Publikasi ini menyedot perhatian netizen karena dipopulerkan di tiktok dan sosial media yang lain.


Es Krim Feast Pop ini bisa dijumpai di seluruh minimarket ternama yang terdekat di kota kalian, terutama Indomaret dan Alfamart


Harga Es Krim Feast Pop berkisar Rp 10.000,- dan yang ditonjolkan adalah sensasi yang berbeda dan tak biasa bisa dari Wall's untuk pencinta es krim di Indonesia.