Opini : Parkir, Trotoar, dan Pejalan Kaki
OpiniKonteks utamanya, sebenarnya lebih ke masalah ekonomi dan masalah ketertiban.
Dengan berlaku tertib dan taat aturan harusnya pengelolaan parkir, trotoar dan pejalan kaki bisa lebih "fair" lagi.
Tomoisme coba rincikan lagi per kata,
A. Parkir
Lahan parkir secara mudahnya lahan yang digunakan untuk memarkir kendaraan. Artinya semua jenis kendaraann punya tempat parkirnya masing-masing.
Polemik parkir, selain terkait trotoar dan pejalan kaki. Pernah juga dialami oleh seorang supir takis yang sedang berhenti di sebuah tempat.
Alih-alih berhenti, ternyata mendapatkan tilang karena melanggar aturan parkir.
Apa sih bedanya parkir dan berhenti?
Kalau tomoisme coba gali lagi, parkir sebenarnya lebih ke tempat/area yang dikhususkan untuk menyimpan kendaraan dalam jumlah tertentu dan untuk masyarakat umum bukan pribadi dan biasanya berbayar, walaupun ada juga yang gratis
Kalau menyimpan kendaraan dalam jumlah tertentu untuk pribadi namanya garasi.
Lanjut ke polemik tadi,
Bedanya dengan berhenti, makna berhenti lebih cocoknya dipakai sebagai kata kerja dari sebuah benda. Berhenti jika diambil contoh seperti kendaraan yang berhenti di lampu merah, kendaraan yang berhenti di terminal atau stasiun. Semacam itu kurang lebih penggunaan kata kerja dari berhenti yang dipahami banyak orang.
Ketika seseorang ditilang dengan dalih parkir padahal ia sedang berhenti. Siapa yang salah?
Biar ini menjadi perdebatan netizen, biar viral dan biar masuk berita.
Berikutnya,
Parkir memang menjadi lahan basah bagi banyak orang yang sulit mendapatkan pekerjaan atau enggan bekerja. Karena jenis pekerjaan satu ini sangatlah mudah.
Khusus parkir liar, sejatinya tanpa modal. Parkir liar jenis inilah yang membuat orang merasa dirugikan karena mereka memanfaatkan situasi dan kondisi untuk melakukan pemerasan/pungli dengan dalih parkir.
Banyak kita jumpai, tidak perlu disebutkan lagi. Silahkan kalian cermati.
Khusus parkir bukan liar, sejatinya perlu modal. Seperti parkir di mall, bank, dan instansi pemerintah. Biasanya parkir yang disediakan sudah ada tukang parkirnya.
Usut punya usut, parkir jenis ini, parkir yang harus membayar lahan parkir, bayarnya langsung ke pihak yang dimaksud misal di mall, pihak mall, bank ke pihak bank dst.
Biayanya juga tak murah, bisa dari puluhan sampai ratusan juta rupiah.
Setelah membayar lahan parkir, tukang parkir ini bebas menarik uang parkir ke setiap orang yang memarkir kendaraannya di mall, bank dll.
Di topik yang lain,
Setelah tadi disebutkan tentang instansi pemerintah, Tomoisme juga berpikir keras, sekelas Samsat dan Satpas, dua instansi yang pernah Tomoisme datangi kok bisa-bisanya menarik uang parkir?
Bukannya, harusnya instansi pemerintah itu bebas parkir, sama seperti slogan mereka No Pungli.
Kan mereka kantor pelayanan publik?
Cobalah bagi instansi terkait yang membaca artikel ini, dipikir kembali, apakah layak sekelas instansi menarik uang parkir. Kalau memang mau ambil untung, kan udah ambil untung dari biaya pajak kendaraan dan biaya pembuatan simnya. (Untung yang dimaksud buat kepentingan negara)
Cobalah bikin gebrakan kayak Pertamina yang menggratiskan biaya ke Toilet setelah viral diinternet.
Kembali lagi ke fokus utama kita,
Dari beragam cerita yang diulas tadi, parkir menjadi hal yang sangat sensitif bagi orang-orang yang tidak ingin diintimidasi oleh tukang parkir.
B. Trotoar
Trotoar dibuat untuk pengguna jalan. Aspal dibuat untuk pengguna kendaraan. Jadi fungsi masing-masing saja sudah berbeda. Jadi jangan asal-asalan dalam menerapkan fungsi.
Penyalahgunaan fungsi inilah yang diatur dan dikelola pemerinta agar masyarakat teredukasi dan tertib.
Diedukasinya bukan cuma fungsi tapi lebih ke hak dan kewajiban. Bila perlu dipampang,
"Trotoar adalah Hak Pengguna Jalan. Jika Hak Pengguna Jalan kalian rebut, Siap-siap di akhirat hak kalian direbut. Mengabaikan nasihat ini berarti menolak aman di akhirat"
Kurang lebih seperti itu.
Dan trotoar yang dibuat pun jangan asal jadi, harus sesuai dengan fungsinya juga.
Kalau asal jadi malah membahayakan.
Ada teman-teman difabel juga yang perlu diperhatikan.
Keliatan sederhana tapi cukup rumit kalau kita lebih "attention to detail" terkait perkara trotoar ini.
C. Pejalan Kaki
Pejalan kaki mulai kurang diperhatikan karena jalan kaki saat ini hanya sebatas jalan kaki biasa. Bukan budaya dan bukan gaya hidup masyarakat kita.
Kalau budaya jalan kaki sudah mendarah daging berarti kebiasaan ini bakalan terus dipertahankan.
Masa jalan kaki aja harus jadi budaya, siapa aja kan bisa jalan kaki?
Maksudnya kebiasaan jalan kaki di tempat umum itu harusnya lebih digiatkan dengan pembiasaan yang lama-kelamaan akan menjadi budaya.
Contoh, negara Jepang.
Mereka selalu jalan kaki, kalau memang perjalanan jauh, naik kendaraan umum, walau beberapa memang pakai kendaraan pribadi tapi jumlahnya masih banyak yang jalan kaki sama pakai kendaraan umum.
Jalan kaki pun kalau ditelaah lebih jauh, aslinya lebih sehat lho.
Capek memang, tapi kalau dirutinkan badan sehat karena berkeringat dan tidur jadi lebih nyenyak karena kecapean.
Kesimpulan yang ditarik dari Parkir, Trotoar dan Pejalan Kaki dengan lebih menyeimbangkan fungsi, tatanan dan para pelaku di dalamnya agar bisa berjalan dengan baik tanpa konflik dan berakhir dengan kedisiplinan.
Masyarakat kita kalau sudah bisa menampatkan diri sesuai fungsi, pemerintah selaku pemangku kebijakan bisa lebih menata kembali tata ruangnya dengan benar (bukan cuma baik), dan para pelaku di dalamnya bisa lebih menurunkan ego demi kepentingan umum. Maka tidak perlu ada sikut-menyikut yang terjadi dan akhirnya semua terkontrol.