Kamis, 18 Juli 2019

Distorsi Kehidupan

Distorsi Kehidupan

Distorsi Kehidupan

Karena sejatinya yg kita kejar bukan keinginan tapi kontribusi apa yg sudah kita lakukan. Aku pernah mengasumsikan bahwa kepemilikan harta sama dengan distorsi kehidupan.

Ambil contoh, ketika kita memiliki mobil mewah, kenikmatan apa yg membuat kita merasa sejati? Apakah karena give applause orang lain? Apakah karena penilaian orang lain? Apakah karena kenyamanan yg kita pamerkan?

Sungguh, semuanya bohong. Ketika memiliki mobil mewah justru kehidupanmu beranjak semakin bergelombang tinggi.

Katakanlah mobil porsche yg kita beli 1 miliar, lalu berapakah biaya yg harus kita keluarkan?

- Pajak kendaraan mobil mewah tiap tahun
- Bensin tiap kali dikendarai
- Service berkala tiap bulan
- Ganti Sparepart tiap berapa bulan
- Asuransi mobil mewah tiap bulan

Jika diakumulasikan selama 5 tahun saja, apakah senilai 1 miliar?

Kadang aku juga pernah berpikir hal yg ketika dirunut serupa dengan kasus tadi.

Terjebak dalam kemaksiatan yg membuat banyak orang tenggelam menikmatinya. Saat melihat banyak lelaki hidung belang melampiaskan nafsu seksualnya dengan PSK. Diantaranya banyak juga yg masih bujang namun enggan menikah.

Jika setiap kali hasrat seksual mereka lampiaskan dengan PSK. Jika diakumulasi hampir sama dengan modal untuk menikah.

Mengapa seolah-olah mereka nyaman bercinta semalam singkat dan justru menolak menikah yg halalnya dihalalin.

Kalau difikir biaya yg dikeluarkan sebenarnya bisa dibilang sebanding, bisa juga tidak. Tapi masa depanmu tentu tidak bisa diukur, dan jika rasa candu ditempatkan ditempat yg salah, penyesalan bukanlah solusi dan keadaan untuk memulai tentu menyedot banyak waktu dan tenaga.

Melakukan banyak hal yg sia-sia masih tetap terjadi. Sebenarnya jiwa ini sadar, namun raga rasanya enggak untuk mengikutinya.

Sama seperti aturan, dimana manusia menolak mentaatinya, padahal aturan ada bukan untuk mengatur tapi mengontrol.

Dan salah satu tugas khalifah di muka bumi, mampu mengontrol ego diri agar bisa menyeimbangkan situasi dan keadaan yg ada.

Walau bisa dibilang, aku masih amatiran. Tapi aku jadi semakin tahu bukan sok tahu.

Rabu, 10 Juli 2019

Itulah Perintah dan Larangan dalam Hidup

Itulah Perintah dan Larangan dalam Hidup

Itulah Perintah dan Larangan dalam Hidup
Image from tafsirq.com

Perintah dari unsur katanya memang merujuk kepada sesuatu yg sifatnya tegas dan cenderung memberikan arah. Jadi ketika perintah disampaikan maka aksi nyata menjadi respon yg ditimbulkan.

Larangan lebih kepada sesuatu yg sifatnya menahan diri. Kita harus lebih banyak defense. Karena tekanan justru muncul dalam diri.

Bagian paling tengah adalah pengecualian. Yg kadang memang membolehkan larangan berganti menjadi perintah begitupun sebaliknya. Tujuannya tentu sama, untuk menjaga keseimbangan.

Sesuatu yg dikecualikan tadi adalah hal yg dapat ditawar, dengan hal lainnya, yg manfaat dan ketidak bermanfaatannya bisa ditimbang, lalu dipilih yang terbaik.

Dirimu tak bisa membuat kontradiksi dari hal yg sama. Perintah dan larangan, kebanyakan terjadi justru karena memang keduanya berbeda.

Senin, 08 Juli 2019

Asuransi Kelak Jadi Gaya Hidup atau Kebutuhan Hidup?

Asuransi Kelak Jadi Gaya Hidup atau Kebutuhan Hidup?

Asuransi Kelak Jadi Gaya Hidup atau Kebutuhan Hidup?
Image from car.co.id

Tadi pas liat YouTube ngeliat ada salah satu sambal yg memiliki ide brilian yaitu Pedasuransi, Program Asuransi untuk Rasa Pedas Pertama di Indonesia.

Sekilas menarik sekali dengan konteks yg dibangun. Mungkin ini sebagai bagian strategi marketing untuk meningkatkan kembali branding dan kualitas sambal pedas yg dimilikinya.

Sama halnya dengan F** yg mengklaim sebagai Asuransi Hidup, lalu ada lagi, tapi namanya lupa yg mengklaim sebagai Asuransi Gempa.

Fenomena ini semakin menyadarkan kita, bahwa ada banyak Asuransi yg bisa diciptakan daripada sekedar Asuransi konvensional.

Bahkan mungkin kelak akan ada Asuransi Merk pakaian, Asuransi Makanan, dsb.

Jadi di zaman super digital nanti asuransi sudah menjadi hal lumrah layaknya Asuransi yg biasanya ada ditiket masuk wisata (*kalo gak salah liat).

Perkara dipilih sebagai kebutuhan hidup maupun gaya hidup kembali lagi ke selera kita masing-masing. Yg pasti semua uang yg kita miliki di super digital minim uang cash.

Kenapa? Karena saldo uang kita ditimbun di bank, asuransi, dan uang digital.

Minggu, 07 Juli 2019

Hidup Amatiran

Hidup Amatiran

Hidup Amatiran
Image from nu.or.id

Semakin bertambah umur, memang harus mulai dewasa, matang, bijak dan gak boleh baper.

Perjalanan setelah lebaran adalah sejenak mulai berpikir, bahwa saat ini, kau bertanggung jawab penuh terhadap hati dan pikiranmu,

Ketika tak lagi bertemu teman terdekat ketika sekolah, karena banyak yg sudah bekerja dan berkeluarga, aku tak boleh berharap banyak untuk bisa bersama mereka setiap waktu,

Ketika pekerjaan telah menyita lebih banyak waktumu, maka tak ada lagi waktu bermain-main yg bisa kau maksimalkan, kecuali ketika kau sendirian. Tapi terkadang kesendirian justru memicu masalah,

Kemudian terkait hubungan asmara dengan lawan jenis, yg ada dipikiranku saat ini, menikah atau tidak untuk saat ini. Karena asmara tidak untuk berlama-lama tanpa kejelasan.

Pernah juga ingin kembali ke titik terendah, bukan untuk merendah tapi agar puas merasakan ketidaknyamanan yg terjadi agar esok aku jauh lebih kuat dan lebih rileks menghadapi kenyataan yg penuh ketidakpastian.

Pernah berpikir ingin dihina, diabaikan, direndahkan, disepelekan, dianggap tak berguna dan dianggap kaum kelas bawah. Semua itu terjadi bukan sebagai real condition but reality condition. Karena reality tentu settingan. Sedangkan real itu penuh tantangan.

Bahkan saat ini tak ada sedikitpun berharap kepada manusia, termasuk orang lain yg sedang aku ikhtiarkan untuk menjadi pasangan hidup. Aku melakukannya nothing to lose, agar ketika berada di posisi to lose aku bersiap untuk tulus.

Mengenai pekerjaan, aku memang melakukannya sepenuh hati. Hanya saja belum sepenuh syukur. Karena kadang masih saja bergelut dengan keinginan pribadi yg ingin disegerakan, padahal Allah belum memberikan kekuatan untuk bisa melawan nafsuku sendiri.

Yang aku jalani saat ini, lebih kepada hal-hal yg ingin aku lakukan sebisa dan semampu keadaanku saat ini. Aku tak lagi ambisius mengejar keinginanku yg tak terbatas.
Beribadah dalam Agama dan Komersialisasi Bisnis

Beribadah dalam Agama dan Komersialisasi Bisnis

Beribadah dalam Agama dan Komersialisasi Bisnis
Image from maxmanroe.com

Tadi baca komen salah satu akun blogger yg meretweet tentang setiap jumat gratis BBM 2 liter bagi penghafal Quran.

Seolah-olah menurutnya kenapa cuma islam, harusnya nasrani juga iya hafalin lagu-lagu gereja.

Komentarku terkait hal ini. Aku ingin mengambil sudut pandang dari seorang muslim. Membaca Al Quran dan menghafalnya memang menjadi salah satu bagian dari menjalankan ibadah.

Dimana setiap aktivitas mengaji selain berpahala juga semoga semakin didekatkan kepada ketaqwaan.

Ketika seseorang yg mengaji dan menghafal Al Quran di apresiasi? Si penghafal Al Quran mendapatkan pahala dan semoga semakin didekatkan pada ketaqwaan dan yg mengapresiasi dengan membuat program hafidzh tentu berkesempatan mendapatkan pahala dan kebaikan.

Dua-duanya baik, jika keduanya muslim dan meniatkan karena Allah.

Lalu jika nasrani melakukan hal yg sama, apakah boleh? Tentu jawabannya boleh saja, asalkan tidak memaksa dan tidak mengajak yg bukan nasrani untuk melakukannya.

Justru yg saat ini salah kaprah adalah melabelkan agama dalam bentuk simbol untuk komersialisasi bisnis.

Kasus yg bisa kita lihat secara jelas terkait idulfitri dan natal. Kebanyakan jika saat natal tiba, umat muslim justru diperdandankan dengan atribut natal. Jika saat idulfitri seolah-olah yg tadinya tidak berkerudung menjadi berkerudung hanya memanfaatkan momen.

Bagiku perbedaan dalam beragama dihormati namun dengan batasan-batasan yg membuat kita semakin sadar bahwa agama kita berbeda. Bukan menyatukan perbedaan agama.

Jadi ketika teman-teman nasrani sedang natal, selamat merayakan. Begitupun sebaliknya, ketika teman-teman nasrani melihat teman-teman muslim sedang idulfitri, selamat merayakan.

Jauh lebih menentramkan dengan bahasa yg lebih general dan tidak menimbulkan salah persepi yg berujung konflik.

Pikiran Orang Lain tentang Kerjaan Orang Lain

Pikiran Orang Lain tentang Kerjaan Orang Lain
Image from hidupcu.com

Kemarin malam kebetulan sekali menjadi malam yg mengesankan karena akhirnya bisa bertemu dengan teman satu kelas yg kerja di Jakarta dan mampir ke Jogja. 

Dari obrolan ringan, akhirnya obrolan pun mulai melalang buana ke berbagai topik.

Mulai dari kisah asmara yg berakhir gagal, pekerjaan yg tidak menyenangkan bahkan sampai tekanan pekerjaan yg tidak untuk dijelaskan.

Karena judul ini lebih ke pekerjaan. Maka aku akan coba menjelaskan beberapa hal itu.

1. Pekerjaan bukan untuk dibangga-banggakan kepada orang lain : pekerjaan sejatinya hanya sarana untuk menggapai penghasilan. Sesuatu yg kamu kerjakan itulah pekerjaanmu.

2. Pekerjaan orang lain dimata kita selalu menyenangkan : padahal sebaliknya menurut mereka pekerjaan mereka penuh tantangan. Kita bisa saya melihat enaknya, enaknya jadi PNS, penghasilannya stabil dan dijamin negara.

Tapi dibalik itu pernahkah kita berpikir, pekerjaan yg stagnan atau monoton, durasi jam kerja yg saklek, dsb yg bisa saja kita tak tahu dan seolah-olah sok tahu.

3. Pekerjaan yg dilakukan beresiko bagi posisi tempat dia bekerja bahkan nama dia sendiri. Setiap pekerjaan mengharuskan mendapatkan hasil yg memuaskan, kadang masih saja ditemukan trik-trik untuk mengelabuhi, memanipulasi dsb.

Tantangan itu tidak dapat kita remehkan terutama di pekerjaan yg mengharuskan dan menghalalkan itu. Tapi rasa ketidaknyamanan justru akan muncul setelahnya.

4. Pekerjaan orang lain yg kita tahu dan seringkali diremehkan, jangan pernah direndahkan. Jika sudah berpikir semacam itu, kita rentan sekali untuk bersikap sombong dan arogan. Bisa saja dia jauh lebih mulia dengan pekerjaannya karena bebas hutang, bebas riba, dll.

Jika masih saja ada yg menganggap bahwa kemewahan dan kenikmatan dunia sebuah surga yg abadi. Maka aku memilih kemewahan dan kenikmatan sebagai sebuah ujian untuk lebih menyadarkan diri.